Berkaitan dengan keagungan Nabi ini, Sayyid Hussein Nasr seorang cendekiawan muslim terkemuka menulis, "Makhluk yang paling mulia ini (Muhammad SAW) juga dinamakan Ahmad, Musthafa, Abdullah, Abul-Qasim, dan juga bergelar Al Amin—yang terpercaya.
Setiap nama dan gelar yang dimilikinya mengungkapkan suatu aspek wujud yang penuh berkah. Ia adalah, sebagaimana makna etimologis yang dikandung dalam kata Muhammad dan Ahmad, yang diagungkan dan dipuji, ia adalah :
§ Musthafa (yang terpilih)
§ Abdullah (hamba ALLAH yang sempurna) dan terakhir, sebagai ayah Qasim. Ia bukan hanya Nabi dan utusan (rasul)ALLAH , tetapi juga kekasih ALLAH dan rahmat yang dikirimkan ke muka bumi.
sebagaimana disebutkan di dalam Al Quran,
"Dan tidaklah kami utus engkau (Muhammad) kecuali sebagai rahmat bagi sekalian alam." (Q.S. Al Anbia [21]:107).
Ungkapan keagungan ini tidaklah berlebihan karena ALLAH Azza wa Jalla pun memuji beliau, bahkan senantiasa bershalawat kepadanya,
firman-Nya:
"Sesungguhnya ALLAH dan para malaikat-Nya melimpahkan shalawat kepada Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, sampaikanlah shalawat dan salam kepadanya." (Q.S. Al Ahzab [33]:56).
ALLAH dan para malaikat saja bershalawat kepadanya, apa lagi kita sebagai makhluk kecil yang tiada berdaya ini harusnya tak pernah putus untuk ber Shalawat kepada Rasulullah.
Disamping bershalawat ternyata penghormatan kepada Rasulullah SAW. memiliki etika tersendiri. Tidak cukup hanya bershalawat saja, karena yang terpenting adalah kita harus yakin benar bahwa Rasulullah adalah suri tauladan sepanjang zaman. Jikalau kita ikut dalam tuntunan beliau Insya ALLAH akan selamat dunia dan akhirat.
ALLAH SWT menjelaskan dalam firman-Nya,
"Dan sesungguhnya Rasul ALLAH itu menjadi ikutan (tauladan) yang baik untuk kamu dan untuk orang yang mengharapkan menemui ALLAH di hari kemudian dan yang mengingat akan ALLAH sebanyak-banyaknya." (Q.S. Al Ahzab [33]: 21).
Seakan ayat ini mengingatkan bahwa setiap langkah kita harus mengikuti langkah yang sudah dicontohkan oleh Rasulullah SAW.
Misalnya: Ketika rumah tangga keluarga kita berantakan, maka solusi terbaiknya adalah dengan mencontoh Rasul dalam mengemudikan bahtera rumah tangganya. Subhanallah, siapapun yang mempunyai referensi Rasulullah dalam perilaku sehari harinya, maka hidupnya seperti seorang yang punya katalog yang sangat mudah diakses, segalanya serba tertuntun.
Berbahagialah umat Islam yang mempunyai tauladan Rasulullah SAW, dalam dirinya semua aspek kehidupan telah ada reperensinya. Mau duduk, bertemu dengan kawan, bertemu dengan orang kaya, bercakap dengan orang tak punya, berhubungan dengan pejabat,semua telah ada contohnya, termasuk bagaimana teknik menghadapi penjahat. Semuanya sudah di contohkan nya, bahkan sampai hal yang paling sederhana seperti di kamar kecil yang paling tersembunyi sekalipun, semua ada tuntunannya.
Sayangnya kita jarang menyempatkan diri untuk mempelajari bagaimana perilaku Rasulullah SAW. yang sebenarnya. Karenanya jikalau ingin menjadi orang besar dan berakhlak mulia, maka amalkan tuntunan Rasulullah SAW. dalam kehidupan kita sehari-hari, baik dalam bermu’amalah ma’an nas (berhubungan dengan manusia) ataupun bermuamalah ma’a Allah (berhubungan dengan Allah SWT.). Apalagi bagi orang-orang yang mampu mengaplikasikan semua yang telah Rasul tuntunkan, hasilnya tentu akan jauh lebih luar biasa lagi.
Oleh karena itu, bagi saudara-saudara yang ingin dikaruniai kesempatan menjadi guru dan mengharapkan dicintai dan dihormati muridnya kelak, tidak membosankan murid ketika mengajar di kelas, proses belajar-mengajar menjadi efektif, serta para muridnya menjadi cerdas dan berpikiran maju, maka contohlah Rasul dalam mengajar. Bagaimana cara Rasul mengajar? Ternyata Rasulullah mengajar dengan penuh kelembutan, kasih-sayang, dan sangat ingin para murid & sahabatnya menjadi maju.
Jikalau saudara seorang pejabat di sebuah instansi pemerintahan atau menjadi pengurus di sebuah organisasi, maka yang harus dipikirkan adalah bagaimana agar bisa sukses dengan tetap mengikuti tuntunan Rasulullah? Ternyata Rasulullah SAW dalam memegang amanat atau berorganisasi itu rendah hati, lembut perangai nya, senang bertukar pikiran, selalu meminta ide, saran, dan koreksi dalam bermusyawarah.
Adapun bagi yang ingin dicintai, disukai, penuh pesona, melimpah kharismanya, maka pelajari bagaimana pribadi Rasul. Para sahabat seperti halnya Imam Ali pun juga meneladani Rasulullah SAW.
Nampaknya jikalau kita berat menghadapi hidup ini, maka pertanyaannya adalah sampai sejauh mana kita mampu meluangkan waktu untuk mempelajari pribadi Rasulullah SAW?
Demikian penting arti sebuah tauladan atau penuntun bagi kehidupan seseorang. Karenanya siapapun akan sengsara atau bahkan tersesat jikalau tidak pernah meluangkan waktu untuk mempelajari pribadi Rasulullah SAW. Kita tidak akan pernah tahu bahwa Dialah penuntun kita dari kesesatan dan gelapnya kehidupan.
Seperti halnya sebuah kejadian yang semoga dengan diungkapkannya tempat ini ada hikmah yang bisa diambil. Kejadiannya adalah dari penuturan seorang mubaligh. Ketika itu ia diundang bertabligh di suatu tempat. Berangkatlah ia naik mobil bersama penjemputnya. Penjemput sebagai penunjuk arah di depan satu mobil dan sang mubaligh mengikuti dibelakang dengan mobil lain.
Beberapa jam perjalanan lancar-lancar saja, sayangnya setelah beberapa saat sampai di suatu tempat, penunjuk arah memacu kendaraannya lebih cepat sehingga mobil sang mubaligh tertinggal jauh di belakang. Cerita selanjutnya mudah ditebak, sang mubaligh pun tersesat. Belok kiri tidak ketemu, belok kanan masuk pasar, waktu pun berlalu sia-sia, hatinya bahkan sudah mulai gelisah tidak menentu.
Betapa disini kelihatan sekali begitu sengsaranya orang yang tersesat. Waktu dan tenaganya terbuang percuma, tujuan tidak menentu, perasaan pun tidak enak, bahkan
sebentar-sebentar harus tanya sana-tanya sini, sungguh merepotkan. Inilah suatu contoh akibat seseorang kehilangan penuntun dalam hidupnya.
Bayangkan saja andaikata kita tidak punya penuntun, tidak punya penunjuk arah, lalu kita berjalan menuju suatu tempat yang belum diketahui sebelumnya, pastilah tidak akan membuat tentram perjalanan tersebut. Tapi jikalau ada penuntun, arah, dan tujuannnya jelas, maka langkah kita akan mantap dan hati pun senantiasa diliputi ketentraman.
Kita wajib bersyukur bahwa Allah nyata-nyata sangat cinta pada hambanya, hingga ditunjuklah Rasulullah SAW. sebagai penuntun dan panutan kita sepanjang zaman.
Ada dua cara menjadikan Rasulullah SAW sebagai panutan:
Pertama, meneladani sikap dan perilakunya serta taat kepada perintahnya. Allah SWT menjelaskan bahwa “Rasulullah SAW. adalah suri tauladan yang baik bagi umat manusia”. (QS.33:21).
Karenanya, sebagai salah satu wujud kecintaan kepadanya kita. Kita wajib melaksanakan perintahnya, menjauhi larangannya, dan meneladaninya.
Kedua, selalu merindukan dan mengingatnya serta mencintainya.
Orang yang merindukan Rasulullah SAW akan selalu berusaha mengerjakan amalan-amalan yang beliau contohkan agar kelak dapat mendekatkan posisinya dengan Rasullullah SAW. Dan, seseorang yang mencintai Rasulullah SAW akan senantiasa mengingatnya dalam setiap aktifitas dan selalu membaca Shalawat atasnya. Bahkan Allah SWT. dan para malaikat malaikat-Nya pun selalu bershalawat kepada beliau.
Sudah menjadi kewajiban kita sebagai ummat yang diberi petunjuk oleh beliau, Rasulullah SAW. untuk senantiasa mencintainya, melebihi cinta kita kepada yang lainnya. Karena, mencintai Rasulullah SAW pada hakikatnya, merupakan cinta kepada Allah SWT.
Allah SWT berfirman:
“katakanlah, jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku (Nabi Muhammad SAW.), niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu’. Karena hanya Allah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang". (QS. Al-Imran: 31).
Dalam suatu hadist, Anas bin Malik menceritakan bahwasannya Rasulullah SAW. bersabda:
“Tidaklah beriman seseorang di antara kalian, sehingga aku lebih dicintai dari keluarganya, hartanya, dan mahluk lainnya.” (HR. Muslim).
Dan pada riwayat yang lain dijelaskan bahwa mencintai Allah dan Rasul-Nya melebihi kecintaan kepada yang lainnya, merupakan salah satu bukti bentuk manisnya Iman.
Beliau Rasulullah SAW. pun sangat mencintai kita sebagai ummatnya. Hal tersebut terlihat manakala beliau akan menghadap Ilahi Rabbi, tak ada suatu hal apapun yang ia risaukan atau khawatirkan sepeninggalnya, kecuali ummatnya. Sehingga, yang terdengar dari mulut mulia beliau di akhir hayatnya adalah “Ummati...ummati” ummatku...ummatku.
Begitu besarnya Cinta Rasulullah SAW. kepada kita ummatnya, dimana Beliau sebagai panutan kita, telah berbuat melebihi kebutuhan dirinya, semuanya dilakukan demi kebahagiaan kita di masa sekarang (dunia) dan di masa depan (akhirat).
Beliau, telah memberikan segalanya untuk ummatnya, bahkan ia tak pernah merasakan kenikmatan lebih seperti yang kita rasakan sekarang ini.
Hal ini terungkap dari sanjungan "Aisyah RA." kepada beliau di akhir hayatnya:
Wahai manusia yang tidak sekalipun mengenakan sutera.
Yang tidak pernah se-jeda pun membaringkan raga pada empuknya tilam.
Wahai kekasih yang kini telah meninggalkan dunia.
Ku tahu perutmu tak pernah kenyang dengan lembutnya roti gandum.
Duhai, yang lebih memilih tikar sebagai alas pembaringan.
Duhai, yang tidak pernah terlelap sepanjang malam karena takut sentuhan neraka sa’ir.
Wallahu ’alam bish showab.
0 komentar:
Posting Komentar